Jumat, 28 Februari 2014

Surat kecil untuk

Weird,

Baik, disini sajalah kuletakkan semua harapan itu. Biar kutinggalkan saja, aku mencoba melangkah pergi.
Cukup sudah semua kenangan dan khayalan itu, tak kan lagi ada wajahmu, tak kan lagi ada tentangmu. Semua yang hadir membicarakan dan mengenangmu hanyalah tawa, hilang sudah getir.
Kupersiapkan diriku, jiwa dan ragaku, membangun kekuatan menghalau setiap kesedihan dan penyesalan yang hinggap.
Maaf, tapi aku harus mengusirmu pergi apapun tujuan kedatanganmu. Lagi, aku mencoba pergi. Semoga kali ini menjadi yang terakhir kali. Sebab mungkin aku takkan pernah kembali. Mencoba menerka apa yang alam ingin untuk aku lakukan.
Mencoba merapal mantra 'Tolong bantu aku melupakannya, Tuhan'.
Semua usaha yang kulakukan, semua rasa yang kupertaruhkan, berbuah negatif. Meninggalkan semakin banyak perih dan berangsur menjadi amarah. Cukup sudah, aku takkan lagi banyak berusaha, aku takkan lagi berkeringat hanya untuk menangis.
Cukup sudah, mengganggu hidupmu -jika memang begitu rasamu.
Kamu berhak bahagia dengan pilihan hidupmu, begitu pula aku.

Satu,
yang pasti
selalu ada untukmu...
Doaku.

Aku mohon, jangan biarkan aku berhenti meyebut namamu dalam setiap doaku.
Izinkan aku, menemanimu meski hanya dalam doa. Karna hanya itulah yang dapat kulakukan.

Berbahagialah. Temukan cintamu. Raih mimpimu. Sambut masa depanmu.

Dari sahabatmu,

Silly.

Selasa, 04 Februari 2014

Rumahku

Hari ini, aku membuka file-file lamaku. Menemukan banyak harta karun yang membuat jantungku berdegup kencang. Sesuatu yang berharga yang pernah kumiliki, yang saat ini entah dimana. Dia mungkin saja hilang, atau dia mungkin saya tersimpan.

Masih sama seperti dulu, aku tak pernah sanggup mengendalikan aliran darahku setiap menemukan sesuatu yang mengingatkan aku padamu. Mereka seperti berontak, mencoba melawan arus, mencoba menemukan kamu dalam setiap nadi-nadi yang dilaluinya.

Ah, sudah enam tahun lebih kita saling mengenal. Tahun ini, adalah tahun ke-enam yang bisa dirayakan, seandainya aku tak melakukan hal-hal bodoh itu.
Aku tahu, kau kini mungkin menertawaiku. Lucu memang, aku yang pergi namun kemudian aku merindu, merengek untuk kembali pulang, mencoba menemukan rumahku seperti dulu. Ya, rumahku, kamu adalah rumah hatiku yang paling nyaman. Perantauanku sekian tahun ini menyadarkan aku bahwa (mungkin) tak kan ada rumah lain yang mampu menggantikan rumahmu.
Kenangan akan betapah indah, nyaman dan bahagianya aku berada di dalam rumah itu tak pernah luntur dan selalu meninggalkan penyesalan. Mungkin aku akan selalu tinggal dalam penyesalan itu.
Tak perduli seberapa kerasnya aku mencoba membangun rumahku (sendiri), rasanya tak kan pernah sama ketika aku tinggal dalam rumahmu. Tak perduli seberapa keras aku mencoba melupakanmu, aku selalu bertanya “Mungkinkah suatu hari nanti aku dapat kembali?”.

Katakan padaku, lancangkah aku?

Atau, sejak saat itu, aku benar-benar tak diizinkan kembali? Apakah aku terlalu berdebu untuk menginjakkan kakiku di dalamnya?

Ah, tentu saja, bagaimana tidak. Aku sudah berpergian kebanyak tempat, tentu saja badanku penuh dengan kuman dan kotoran. Beraninya aku.


Maka, izinkan aku mengaggumimu. Sepanjang umur hidupku. 

Sabtu, 01 Februari 2014

tentang

Pantas. Apa yang terbersit dalam pikiranmu ketika aku menyebutkan kata itu?

Relationship. (Aku tidak menemukan kata dalam Bahasa Indonesia yang menurutku tepat. Relationship yang kumaksud adalah hubungan spesial antara dua orang manusia berbeda jenis kelamin, hanya untuk memperjelas.) Apa yang kamu ingin dapatkan dalam relationship? Sejauh mana kamu memaknai dan menghargai relationship?

Ketika kamu jatuh cinta pada seseorang dan merasa bahwa dia adalah seseorang yang pantas kamu perjuangkan, pernahkah kamu bertanya apakah dia juga merasakan hal yang sama untukmu? Terkadang kamu merasa pantas untuk memperjuangkan seseorang yang merasa tak pantas kamu perjuangkan. Terkadang seseorang merasa pantas untuk memperjuangkanmu ketika kamu merasa dirimu tak cukup pantas untuk diperjuangkan.

Lalu bagaimana sebuah relationship berjalan ketika seorang berjuang sekuat tenaga sedang yang lain tidak? Lalu pantaskah sebuah relationship disebut relationship jika keduanya tak sama-sama merasa pantas untuk diperjuangkan? Kapan kamu dapat menyadari bahwa kamu dan pasanganmu sama-sama layak diperjuangkan? Bagaimana kamu akan memperjuangkan sebuah relationship ketika kamu merasa tak pantas diperjuangkan?

Bukankah menyakitkan ketika seseorang yang kamu rasa pantas untuk diperjuangkan merasa tak pantas untuk kamu perjuangkan?

Bukankah juga menyakitkan untuk mengetahui seseorang merasa kamu pantas diperjuangkan tapi kamu tahu bahwa sebenarnya kamu tak layak diperjuangkan?

Hei, Mr. F13. Pantaskah aku berkata “Kamulah satu-satunya yang ingin aku perjuangkan. Jika aku dapat mengulang waktu, aku ingin memperjuangkanmu lebih keras dari apa yang pernah kulakukan dulu. Aku ingin memperjuangkanmu sama seperti kamu memperjuangkanku. Kamu pantas mendapatkan perjuangan itu.” padamu?
Hei, Mr. Anonim. Pantaskah aku berkata “Terima kasih untuk usaha dan perjuanganmu yang begitu keras, hanya saja aku tak merasa pantas mendapatkan itu semua karena aku tak bisa memperjuangkanmu sekeras itu.”