Selasa, 04 Februari 2014

Rumahku

Hari ini, aku membuka file-file lamaku. Menemukan banyak harta karun yang membuat jantungku berdegup kencang. Sesuatu yang berharga yang pernah kumiliki, yang saat ini entah dimana. Dia mungkin saja hilang, atau dia mungkin saya tersimpan.

Masih sama seperti dulu, aku tak pernah sanggup mengendalikan aliran darahku setiap menemukan sesuatu yang mengingatkan aku padamu. Mereka seperti berontak, mencoba melawan arus, mencoba menemukan kamu dalam setiap nadi-nadi yang dilaluinya.

Ah, sudah enam tahun lebih kita saling mengenal. Tahun ini, adalah tahun ke-enam yang bisa dirayakan, seandainya aku tak melakukan hal-hal bodoh itu.
Aku tahu, kau kini mungkin menertawaiku. Lucu memang, aku yang pergi namun kemudian aku merindu, merengek untuk kembali pulang, mencoba menemukan rumahku seperti dulu. Ya, rumahku, kamu adalah rumah hatiku yang paling nyaman. Perantauanku sekian tahun ini menyadarkan aku bahwa (mungkin) tak kan ada rumah lain yang mampu menggantikan rumahmu.
Kenangan akan betapah indah, nyaman dan bahagianya aku berada di dalam rumah itu tak pernah luntur dan selalu meninggalkan penyesalan. Mungkin aku akan selalu tinggal dalam penyesalan itu.
Tak perduli seberapa kerasnya aku mencoba membangun rumahku (sendiri), rasanya tak kan pernah sama ketika aku tinggal dalam rumahmu. Tak perduli seberapa keras aku mencoba melupakanmu, aku selalu bertanya “Mungkinkah suatu hari nanti aku dapat kembali?”.

Katakan padaku, lancangkah aku?

Atau, sejak saat itu, aku benar-benar tak diizinkan kembali? Apakah aku terlalu berdebu untuk menginjakkan kakiku di dalamnya?

Ah, tentu saja, bagaimana tidak. Aku sudah berpergian kebanyak tempat, tentu saja badanku penuh dengan kuman dan kotoran. Beraninya aku.


Maka, izinkan aku mengaggumimu. Sepanjang umur hidupku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar